Pilih bahasa yang di inginkan:- BAHASA MELAYU

Tuesday, October 5, 2010

Sunday, October 3, 2010

Sunday, April 11, 2010

Thursday, March 25, 2010

Raja Isa dan Jejak Awal Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829 – 1913)

Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829 – 1913)

n1273675676_30058099_364Nama pulau Batam, yang kini telah lekat dan terkenal sebagai nama sebuah kota maju yang perkembangannya paling pesat dan dinamis di Provinsi Kepulauan Riau telah lama dikenal. Sebuah peta perlayaran VOC tahun 1675 yang kini tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, umpamanya, telah mencatumkan pulau Batam dengan nama pulau Batang (Batam) yang disandingkan dengan pulau Bintang (Bintan). Dengan kata lain dapatlah dikatakan bahwa Pulau Batam telah melewati perjalanan waktu (sejarah) yang panjang sehingga menjadi sebuah kota yang maju.


Dari hasil penelusuran bahan-bahan arsip dan sumber-sumber sejarah Batam di Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional di Jakarta, didapati sebuah moment sejarah yang dapatlah disebut sebagai titik awal bermulanya pemerintahan anak watan Riau-Lingga di Pulau Batam yang berawal dari Pemerintahan Raja Isa dengan tidak mengecilkan arti penting beberapa momentum sejarah dan sejumlah tokoh dalam sejarah Batam yang telah dikenal sebelumnya.

SUSUR GALUR : SIAPA RAJA ISA ?

Nama batang tubuhnya Raja Isa. Dari beberapa silsilah, dapatlah diketahui bahwa ayahandanya adalah Raja Ali @ Marhum Pulau Bayan @ Yang Dipertuan Muda Riau V ibni Daeng Kamboja Yang Dipertuan Muda Riau III. Dengan demikian jelaslah bahwa Raja Isa adalah keturunan Yang Dipertuan Muda Riau. Sedangkan bundanya bernama Raja Buruk binti Raja Abdulsamad ibni Daeng Kamboja @ Engku Wok. Selain itu, ia juga mempunyai istri kedua yang tidak diketahui namanya

Dalam dokumen-dokumen Belanda sezaman, Raja Isa tampaknya dipandang sebagai tokoh penting dalam keluarga diraja Riau, dan namanya turut dicatat dan disandingkan dengan tokoh lain seperti, Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda Riau VI, Raja Ahmad ayah Raja Ali Haji, Datuk Penggawa Ahmad, Arong Bilawa, dalan lain-lain.

Dari kedua istrinya, Raja Isa memperoleh beberapa orang anak laki-laki, yang antara lain: Raja Yakup , Raja Idris, Raja Daud , dan Raja Husin . Pada masa lalu, Raja Isa dan keluarga menetap diNongsa, Batam. Hanya Raja Husin yang sebelumnya menetap di Nongsa, dilaporkan berpindah dan menetap di Pulau Penyengat ketika telah berusia 87 tahun.

Tentang Raja Isa ibni Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau V dan keturunannya di Nongsa, Pulau Batam, dalam Tuhfat al-Nafis, Raja Ali Haji mejelaskannya sebagai berikut:

“…Sebermula Adapun Yang Dipertuan Muda Raja Ali ini, ialah Raja Muda yang kelima daripada bangsa Bugis anak cucu Opu Dahing Perani. Adalah ia mengadakan beberapa anak laki-laki dan perempuan. Adapun yang laki-laki bernama Raja Isa, ialah beranakkan Raja Yakup serta saudaranya. Adalah ibunya Raja Wok dan lagi anaknya bernama Raja Idris mengadakan anak laki-laki dan perempuan. Ada yang hidup, ada yang mati masa membuat silsilah ini. Adalah kebanyakan anak cucunya di Sungai Nungsa.”

Membuka Nongsa dan Memegang Perintah Atas Nongsa

DSC00978

Sumber lisan dan sebuah silsilah di Pulau Penyengat menyebutkan Raja Isa sebagai seorang tokoh yang membuka sebuah “kampung baru” di pulau Batam yang kini dikenal dengan nama Nongsa. Sebuah kampung yang dicantumkan oleh J.G. Schot dalam peta Kepulauan Batam (De Battam Archipel) yang dipublikasikannya pada tahun 1882 . Bahkan, sumber-sumber lisan dan cerita pusaka yang berkembang di pulau Penyengat menyebutkan bahwa toponim nama Nongsa berasal dari nama timang-timangan Raja Isa sebagai putera tertua Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau @ Marhum pulau Bayan: Nong Isa.

Barangkali, oleh karena diucapkan oleh lidah yang tidak tunggal-asal dan didukung pula oleh salah pengucapan @ lapsus calamy, maka perlahan-lahan nama kampung baru tempat tinggal Raja Isa di pulau Batam ini berubah namanya menjadi Nongsa; ketika seseorang menjelaskan bahwa ia akan pergi ke kampung tempat tinggal Raja Isa di pulau Batam. Walaupun demikian, terdapat pula cerita lain tentang asal usul nama Nongsa.

Apakah benar Raja Isa tinggal di Nongsa?

Dua buah bahan sumber Belanda dari tahun 1833 [Beknoopte Aantekening over het Eiland Bintang 1833] dan 1837 [Beknopte Aantekening van Het Eiland Bintang Nederlansch Etablissant en Eenige daar toe Behoorende Eilande 1837] yang saya temukan di Arsip Nasional (ANRI) dan Perpustakaan Nasional (PNRI), Jakarta, jelas menyebutkan bahwa Radja Issah @ Raja Isa tinggal di Nongsa.

Bahkan, bahan sumber yang ditulis pada 1833, lebih jauh menjelaskan bahwa Raja Isa berusia sekitar 50 tahun ketika itu, dan kampung kecil tempat ia bersemayam terletak di hulu Sungai Nongsa:

“…Een kort eind het riviertje van Nongsa opgevaren zijnde, komt men aan eene kleine kampong, alwaar zich eenige weinige maleijers afstammelingen van Boeginezen ophouden, en radja Ishak zijn verblijf houdt….”

[ Jika berlayar menghulu di sungai Nongsa itu, kita sampai pada kampung kecil, tempat tinggal beberapa orang Melayu dan peranakan Bugis, serta Raja Isa bersemayam.]

Selain dikenal sebagai tokoh yang membuka Nongsa sebagai sebuah kampung atau negeri yang baru, selembar dokumen (tepatnya salinan selembar dokumen) yang ditemukan dalam koleksi Arsip Riouw di Arsip Nasional Jakarta, menyebutkan bahwa Raja Isa juga pernah diberi “kuasa” memegang perintah atas Nongsa dan rantau sekitarnya dibawah perintah Sultan dan Yang Dipertuan Muda Riau. Peristiwa ini terjadi 5 tahun setelah Traktat London tahun 1824, dan ditandai dengan surat Comisaries Jendral sekaligus Resident Riouw, Letnan Kolonel Cornelis P.J. Elout pada tanggal 22 Jumadil Akhir 1245 Hijriah yang bersamaan dengan tanggal 18 atau 19 Desember 1829 Miladiah.


Salinan Pengukuhan Raja ‘Isa memerintah Nongsa dan rantaunya sekalian
Diberi Riau dan ditaruh cap kita dan tapak tangan kita pada hari
22 Jumadilakhir sanah 1245 berasamaan dengan hari Jum’at atau
Sabtu tanggal 18 dan 19 Desember 1829
Alih aksara : Aswandi Syahri

————————————————————————————————-
Salinan

Kerajaan Nederland

Demi Yang Dipertuan Besar di negeri atas angin – demi Paduka Gurnadur Jenderal atas rantau di bawah angin

Bahwa berhajat supaya barang siapa yang memegang pekerjaan dibawah perintah sri paduka tuan Sultan yang bertahta Lingga dengan segala daerah takluknya boleh menunjukkan surat kuasa daripada pihak residen Nederland yang duduk di Riau adanya

Maka adalah kita Elout yang memegang pangkat ketika antara aridder Orde Melitaris xxx Ridder Orde Singa Nederland – letnan koalnel dan Residen Riau memberi surat ini kepada Engku Raja ‘Isa akan menjadi zahir Engku Raja ‘Isa itu demi Sultan dan demi Yang Dipertuan Riau adalah memegang perintah atas Nongsa dan rantaunya sekalian.

Syahdan apabila Engku Raja ‘Isa berjumpa dengan orang dari negeri atas angin hendaklah dia menunjuki surat ini supaya dia orang boleh kenal dengan dia demikianlah adanya

Dengan setahu
(Tanda Tangan Tengku Uthman, Wakil Sultan Abdulrahman Muazzamsyah)

Salinan ini serupa benar bunyinya dengan salinan yang asalnya dikeluarkan daripada perhimpunan surat2 yang seumpamanya oleh penjaga yang demikian itu.

Tanda tangan

Diberi Riau dan ditaruh cap kita dan tapak tangan kita pada hari 22 Jumadilakhir sanah 1245


Embrio Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam

Secara historis, surat “pengukuhan” Raja Isa memegang perintah atas Nongsa dan rantau sekitarnya atas nama Sultan Abdulrahman Syah Lingga-Riau (1812-1832) dan Yang Dipertuan Muda Riau Raja Jakfar (1808-1832) amat penting bagi sejarah Batam. Karena ianya menandai sebuah “babak baru” dalam perjalanan sejarah pemerintahan lokal di Batam, setelah tidak lagi menjadi pusat perentah Temenggung Johor yang ditinggalkan oleh Temenggung Abdurahman @ Daeng Ronggek karena hijrah dari Pulau Bulang ke Singapura dengan membawa 150 orang pengikutnya pada tahun 1811, dengan membawa serta seluruh Orang Sabimba @ Orang Senimba, penduduk asli Batam yang mendiami kawasan sekitar Teluk Senimba @ Sebimba.

Dan dalam kenyataanya, momentum embrional dan penanda paling paling awal ini terus berlanjut dan berkembang menjadi pola dan sistem pemerintahan pribumi di Pulau Batam yang berada dibawah kendali kerajaan Riau-Lingga, serta diwariskan kepada penerus-penerus hingga tahun 1913.

Setelah Raja Isa wafat pada tahun 1831, “wilayah adminitrasi pemerintahan” atas Nongsa dan rantaunya mulai berkembang lebih maju dengan batasan-batsan yang lebih jelas dan mencakup seluruh kawasan Kepulauan Batam (Battam Archipel). Paling tidak dari laporan J.G. Schot, dapatlah diketahui bahwa hingga tahun 1882, kawasan Kepulauan Batam telah dipecah menjadi tiga bagian. Masing-masingnya mempunyai pemerintahan terpisah membentuk sebuah wilayah administrasi pemerintahan yang disebut Wakilschap, namun tetap dibawah kendali Yang Dipertuan Muda Riau (Raja Muhammad Yusuf) di Pulau Penyengat.

Wilayah pertama yang terletak di bagian Utara pulau Batam, adalah Wakilschap Nongsa yang membentang dari muara Sungai Ladi di Pantai Utara Batam hingga muara sungai Doeriankang, Kangboi , dan Asiamkang. Sebuah wilayah paling kecil yang dipimpin oleh Raja Yakup bin Raja Isa dengan pangkat atau gelaran wakil. Dan ketika usia Raja Yakup telah lanjut, maka jabatan wakil itupun diserahkan pula kepada puteranya yang bernama Raja Mohammad Caleh (Saleh) bin Raja Yakup.

Wilayah kedua adalah wakilshcap yang mencakupi kawasan pulau Buluh dan pulau sekitarnya seperti Belakang Padang, Sambu, Bulang, Setoko, Rempang, dan Galang serta sebagian pulau Batam. Wilayah ini bukan wilayah apanase seperti halnya Nongsa, sehingga langsung Berada dibawah kedali Yang Dipertuan Muda Riau melalui seorang wakilnya yang bernama Raja Usman.

Wilayah Ketiga adalah wakilschap Sulit. Sebuah kawasan cukup luas yang mencakupi pulau Cembul, Kepala Jeri, Kasu, Telaga Tujuh, Sugi, Moro, Sangla (Shalar), Sandam, dan Durai serta Kateman.

Memasuki tahun 1895, perkembangan system pemerintahan lokal di Batam memasuki sebuah babak baru lagi, ketika Yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi melakukan “resuffel” besar-besaran terhadap jabatan wakil-wakilnya yang berada di sejumlah daerah dalam wilayah kerajaan Riau-Lingga. Reorganisasi ini dilakukan menyusul dikeluarkannya Undang-Undang Qanun yang terpakai oleh Kepala-Kepala yang Besar Pangkat Kecil dan Besar yang Menjaga Negeri dalam Kerajaan Lingga-Riau dan takluknya pada taun 1313 hijriyah yang bersamaan dengan 1895 miladiyah.

Sebagai daerah tempat kedudukan wakil kerajaan Riau-Lingga, maka Batam yang sebelumnya dibagi kedalam 3 daerah Wakilschap ditata menjadi dua wilayah pemerintahan yang dipimpin oleh seorang yang berpangkat atau bergelar Amir dan seorang berpangkat Kepala dalam sistem pemerintahan kerajaan Riau-Lingga.

Sebagai Amir pertama untuk pulau Batam diangkatlah Tengku Umar bin Tengku Mahmud berkedudukan di Batam (Pulau Buluh) berdasarkan besluit (surat keputusan) kerajaan Riau-Lingga No. 12, hari Selasa tanggal 12 Rabi’ul-akhir 1313 Hijriyah yang bersamaan dengan hari Selasa tanggal 1 Oktober 1895. Sedangkan untuk daerah Nongsa diangkat pula Raja Mahmud bin Raja Yakup sebagai wakil kerajaan berpangkat Kepala berdasarkan besluit kerajaan Riau-Lingga No. 9 tanggal 11 Rabi’ul-akhir 1313 Hijriyah yang bersamaan dengan hari Senin tanggal 30 September 1895 Miladiyah. Jabatan dan kedudukan Amir Batam di Pulau Buluh yang berada dalam lingkup Kerajaan Riau-Lingga dan daerah Takluknya terus belanjut dan dipegang oleh Raja Jaafar hingga menjelang penghapusan kerajaan Riau-Lingga oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913.

Jika dilihat dari proses perjalanan sejarahnya, perkembangan sistem pemerintahan lokal @ Inlandsche Bestuur kerajaan Riau-Lingga di wilayah Batam dan sekitar lebih dahulu terbentuk dan jauh sebelum pemerintah Hindia Belanda menempatkan wakil Resident Riouw @ Europesche Bestuur di wilayah Batam. Karena, secara resmi pemerintah Hindia Belanda baru menempatkan pegawai pemerintahan bangsa Eropa ( plaatsing van Europeesche bestuur amtenaren ) di Batam, Karimun, Daik, dan Bintan Utara pada tahun 1868, berdasarkan Stadblad (Lembaran Negara) No. 70. Sejak saat itu, sebagai bagian dari wilayah administrasi pemerintahan Hindia Belanda dalam Residetie Riouw, Batam menjadi sebuah Onderaffdeeling @ Plaatselijk Bestuur yang dikepalai aleh seorang Controleur berkedudukan di Pulau Bojan, dan diletakkan dibawah Afdeeling yang bepusat di Tanjungpinang (Afdeeling Tandjongpinang).

***

Sampai batas tertentu, perkembangan tata pemerintah di Batam diikuti pula dengan perkembangan dan pembangunan infrastruktur. Sebagai ilustrasi, dalam tahun 1882, J.G. Schot melaporkan telah ada jaringan jalan yang dibangun membentang dari Sungai Lekop ke Batoe Hadji, Tiban, Kranji, dan Senimba. Begitu juga jaringan jalan dari Tiban ke Sungai Panas, dan Kampung Blian. Demikian pula jaringan jalan dari Senggoenoeng menuju arah Tring serta Asiamkang. Bahkan bentangan jaringan jalan dari Sungai Panas ke arah Kangboi melewati bagian Selatan Bukit Ladi arah Batu Haji, yang diikuti dengan jaringan jalan dari Duriangkang ke arah Tiban.

Sejalan dengan perkembangan tata pemerintahan dan insfrastruktur, Yang Dipertuan Muda Riau di Pulau Penyengat juga mulai melirik Batam sebagai kawasan “masa depan”. Kecendrungan ini telah mulai terlihat sejak pertengahan abad ke – 19. Sebagai ilustrasi, dalam kasus ladang gambir umpamanya, sekitar awal tahun 1880-an, Yang Dipertuan Muda Riau mengeluar sejumlah surat kurnia kepada seorang Cina bernama Lau A Kong, dan mengizinkannya untuk membuka ladang ladang gambir di Batam.

Perkembangan ini antara lain juga dipicu oleh semakin menipisnya cadangan bahan bakar kayu pada kawasan-kawasan ladang gambir yang ketika itu masih terkonsentrasi di pulau Bintan. Akibatnya, pulau Batam yang pada masa itu masih relatif kosong dan belum digarap menjadi kawasan “yang diperebutkan” secara ekonomis. Persaingan ni ada kalanya memicu pertelagahan bersenjata dan pembakaran bangsal gambir. Sebagai ilustrasi, pada tanggal 1 April 1856, sempat terjadi pertelagahan bersenjata antara dua kempok orang Cina Muka Merah dan Muka Hitam dari singapura dan Batam ketika memperebutkan kawasan ladang gambir di sekitar Teluk Tering, Nongsa, dan Batu Besar.

Mengimbangi perkembangan Singapura yang yang pesat sejak dibuka Inggris pada tahun 1819, pihak kerajaan Riau-Lingga juga mulai membukan pulau Batam dan pulau-pulau sekitarnya untuk berbagai kontrak dan konsesi. Perkembangan ini berhasil memancing sejumlah “penanaman modal asing” dan pengusaha-pengusaha kaya dari Singapura untuk membuka dan melebarkan usahanya ke Pulau Batam da pulau-pulau sekitarnya.

Disamping membuat kontrak dan membuka konsesi untuk pengusaha dan pemodal asing, Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf juga memberikan kurnia bagian tertentu tanah Batam kepada “pengusaha” tempatan yang berasal dari kaum kerabatnya. Sebuah contoh yang amat terkenal adalah kurnia bagian tertentu dari pulau Batam yang diberikan oleh Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf kepada Raja Abdullah (Tengku Besar), Raja Muhamad Tahir, dan putranya yang bernama Raja Ali Kelana berdasarkan surat kurnia dari Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf tanggal 29 Rabul Akhir 1308 Hijriah yang bersamaan dengan tanggan tanggal 11 atau 12 Desember 1890 Miladiah.

Dalam sebuah surat tanggal 8 Rabiul Awal 1316 Hijriah, bersamaan dengan 26 Juli 1898 Miladiah, “ditegaskan” kembali oleh Raja Muhammad Yusuf bahwasanya diatas tanah tersebut Raja Ali Kelana dan Raja Muhammad Tahir telah membuka usaha dengan menggunakan modal dan usahanya sendiri.

Usaha apa yang dibuat oleh Raja Ali kelana dan Raja Muhammad Tahir di atas tanah kurnia tersebut? Apakah pada tanah yang dijelaskan pada dua surat tersebut sebuah pabrik batu bata yang kemudian menjadi milik Raja Ali Kelana didirikan? Belum ada bahan sumber yang dapat menjelaskan hal ini. Satu hal yang pasti, Song Ong Siang dalam sebuah bukunya menyebut seorang pengusaha Cina dari Singapura bernama Sam Ong Leong sebagai pemilik sebuah pabrik batu bata di pulau Batam. Apakah pabrik ini didirikan diatas atas tanah yang disewa Sam Ong Leong dari Raja Ali Kelana dan Raja Muhammad Tahir? Satu hal yang pasti, terdapat sebuah pabrik batu bata dengan nama Batam Brick Works di Batu Haji pulau Batam, terkenal dengan merek BATAM dan mempunyai kantor pusat di Singapura.

Bahan sumber informasi terbaru tentang pabrik yang berlokasi di Batu Haji ini menyebutkan bahwa, “…pabrik batu bata Batam Brick Works telah lama berdiri, namun pendirinya tak mampu membuat sebarang keberhasilan. Setelah mengalami beberapa kali perubahan, akhirnya kepemilikan atas pabrik itu dibeli ole Raja Ali Kelana pada tahun 1896 [ “...The Batam Brick Works have been established for many years, but the founder was unable to make the business a sucess, and, after passing through many vicissitudes, the undertaking was purchased by Raja Alie the present owner, in 1896...”]

Dari siapa Raja Ali Kelana beli pabrik ini? Sulit untuk menjawab hal ini karena ketiadaan sumber yang dapat menerangkannya. Namun yang jelas, di tangan Raja Ali Kelana, pabrik penghasil batu bata dengan merek “BATAM” yang hampir bangkrut ini, berhasil bangkit sehingga mampu menghasilkan 30.000 batu bata dalam sehari dan bahkan mampu mengangkat nama Batam sebagai penghasil batu bata yang bermutu di kawasan Selat Melaka.

Perkembangan pabrik batu bata Batam Brick Works semakin pesat setelah nama perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini muncul dalam Singapore Straits and Directory pada tahun 1901. Sejak saat itu nama Batam Brick Works semakin terkenal sebagai perusahaan penghasil batu bata bermutu yang terbesar di gugusan Kepulauan Riau-Lingga dan negeri-negeri Selat.

Mutu batu bata produksi Batam Brick Works selalu memenangkan sejumlah pertandingan kualitas dan mutu batu bata di Singapura, Semanjung Melayu, dan kawasan Timur Jauh. Bahkan karena mutu batu batanya, perusahaan ini pernah mendapatkan award (penghargaan) dalam sebuah pameran di Hanoi dan Pulau Pinang pada tahun 1907.

Aktivitas Batam Brick Works dibawah Raja Ali Kelana berakhir ketika ia memutuskan untuk menjual persahaan itu kepada seorang pengusaha Cina di Singapura pemilik Sam Bee Brick Works, satu tahun menjelang pemakzulan Sultan Abdulraman dan Tengku besar kerajaan Riau-Lingga pada tanggal 10 Februari 1911.

Sumber: Website Pemerintah Kota Batam
Tulisan : Aswandi Syahri

Thursday, February 18, 2010

Raja Haji Ibni Opu Daeng Cellak - Yang DiPertuan Muda Riau Ke-4

Raja Haji Ibni Opu Daeng Cellak, Yang Dipertuan Muda Riau Ke-4 merupakan peneroka pertama orang Melayu yang menggunakan peralatan moden dalam ilmu pelayaran dan geografi.

Raja Haji merupakan pahlawan Melayu yang hebat di abad ke 18 disamping merupakan seorang pelayar, pengembara dan pakar ilmu maritim yang terhandal. Malah penjajah Belanda ketika itu sangat mengagumi beliau seperti yang dinyatakan oleh sarjana sejarah Leonard Y. Andaya dalam bukunya “The Kingdom of Johor 1641-1788: Economic and Political Development”,1975.

Sesetengah tokoh ilmuan berpendapat bahawa Raja Haji ialah pahlawan dunia Melayu yang terbesar atau teragung dan terhebat semacam Hang Tuah memandangkan daerah operasinya di daratan dan maritim yang amat luas. Jika dipandang dari sudut sebelah ayahnya, beliau berasal daripada keturunan raja-raja di tanah Bugis, negeri Luwuk, manakala sebelah ibunya pula, berketurunan raja-raja Melayu. Raja Haji lahir di Kota Lama, di Hulu Sungai Riau, pada tahun 1139 H/1725 M dan wafat pada hari Rabu di Teluk Ketapang, Melaka, 19 Rejab 1198 H/18 Jun 1784 M dan disemadikan di Masjid Tengkera Melaka sebelum jasadnya dikebumikan semula di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Dalam keadaan orang Melayu yang masih daif ilmu, Raja Haji telah berjaya mempelajari dan manfaatkan ilmu pengembaraan dan penggunaan peralatan astronomi dan pengembaraan dalam pelayaran ke seluruh pelusuk Nusantara dengan maklumat bertulis Abu Said Al Sijzi yang beliau perolehi dari pedagang Arab. Penjajah Belanda amat mengagumi beliau kerana telah mengunakan teknologi hebat ketika itu yang amat jarang digunakan oleh pelayar Melayu.

Dengan ilmu yang tinggi dan tidak jemu untuk belajar dan membaca, Raja Haji juga antara pengguna terawal dan mengaplikasikan sepenuhnya peralatan Balistilha dan Staf Ya’qub di alam Nusantara, iaitu alat yang digunakan oleh pelayar-pelayar Arab untuk menentukan altitud kutub. Ia digunakan bagi menggantikan astrolab yang tidak dapat menentukan pengiraan minit semasa berada di dalam kapal disebabkan gangguan terhadapnya dalam perjalanan di lautan.

Walaupun bukan berlatar belakangkan sebagai seorang ulama yang giat berdakwah secara ilmuwan tetapi beliau diakui kewibawaannya sebagai ulama dan strategis Islam yang agak handal pada abad tersebut. Beliau adalah seorang yang gemar bergaul dengan para ulama dengan tujuan untuk mendalami ilmu. Dipercayai beliau sempat berjumpa dengan Syed Husein al-Qadri di Mempawah.

Di samping itu, beliau juga amat terkenal sebagai pahlawan ulung menurut sumber sejarah R.O Winsted, sarjana Inggeris kerana banyak bergiat dalam mempertahankan institusi ilmuwan tradisi Islam beserta ulamanya dari menjadi ancaman kepada kolonialisme yang silih berganti dari Portugis, Belanda dan juga Inggeris pada ketika itu, maka beliau diakui kewibawaannya sebagai pemimpin dan tokoh yang disegani.

Syed Husein al-Qadri ialah guru kepada ayah saudaranya yang bernama Upu Daeng Menambon. Putera Upu Daeng Menambon bernama Gusti Jamiril adalah sangat intim dengan Raja Haji dan mereka kerap meluangkan masa bersama-sama. Gusti Jamiril adalah seorang yang menitik beratkan soal keagamaan, jadi tidak hairanlah sekiranya ilmu yang beliau telah dipelajari dipraktikkan bersama-sama dengan Raja Haji. Dengan tatacara pergaulan Islam yang sedemikian, sekali gus telah berjaya mempengaruhi pemikiran Raja Haji.

Raja Haji dan Gusti Jamiril juga sempat berguru dengan Syeikh Ali bin Faqih yang berasal dari Patani. Syeikh Ali bin Faqih ialah mufti Mempawah yang kedua, menggantikan Saiyid Husein al-Qadri.

Ramai ulama yang berasal daripada keturunan Raja Haji, antaranya ialah Raja Ali Haji (cucu beliau) yang sangat terkenal dengan karya Tuhfat Al-Nafis dan Gurindam Dua Belas. Antara keturunan beliau yang turut menjadi ulama ialah Raja Haji Umar bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji.

Malah Kesultanan Sultan Selangor sehingga hari ini ada hubungkait dengan Raja Haji kerana Sultan Selangor yang pertama, Raja Lumu adalah saudara kandung se bapa dengan Raja Haji. Malah sewaktu pertempuran hebat dengan Belanda pada 1784, beliau berpadu tenaga dengan anak saudaranya (anakanda Raja Lumu), Sultan Ibrahim menyerang Belanda di Melaka.

Raja Haji menyandang pelbagai gelaran. Antaranya ialah Engku Kelana (1747M -1777M), Pangeran Sutawijaya, Yang Dipertuan Muda Riau-Johor IV (1777M - 1784M), Raja Api, Marhum Teluk Ketapang dan Marhum Asy-Syahid Fisabilillah. Yang terakhir, secara rasmi dari kerajaan Indonesia, Raja Haji dianugerahi gelaran Pahlawan Nasional lndonesia, dan dikurniakan Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta pada 11 Ogos 1997.

Tahun 1756M -1758M, Raja Haji bersama sepupunya Daeng Kemboja memimpin Perang Linggi melawan Belanda. Peperangan ini telah melibatkan pasukan-pasukan Melayu yang berasal dari Linggi, Rembau, Klang, Selangor dan Siak.

Sewaktu Syarif Abdur Rahman al-Qadri memerangi Sanggau, Raja Haji memainkan peranan sebagai panglima perang. Perang berlaku pada 26 Muharam 1192H/24 Februari 1778 M sehingga 11 Safar 1192H/11 Mac 1778 M. Setelah peperangan tamat, Raja Haji melantik Syarif Abdur Rahman al-Qadri sebagai sultan yang pertama Kerajaan Pontianak sekali gus Raja Haji menyusun kerangka pentadbiran kerajaan itu.

Raja Haji merupakan satu-satunya pahlawan Nusantara yang pernah menjejak kakinya hampir ke seluruh negeri-negeri Melayu. Di antaranya Terengganu, Pahang, Johor, Perak, Selangor, Kedah, Langkat, Inderagiri, Jambi, Muntok/Bangka, Pontianak, Mempawah dan lain-lain. Jika kita bandingkan dengan semua pahlawan di Nusantara, seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol, mereka hanya beroperasi di daratan sahaja dan tidak mengalami perang maritim. Jika kita bandingkan dengan Sultan Hasanuddin Brunei, beliau ialah seorang pahlawan maritim, tetapi masih belum banyak menguasai pengalaman dalam peperangan di daratan.

Perbandingan bukan bererti memperkecil-kecilkan pejuang yang lain, tetapi sejarah mencatatkan bahawa ramai pejuang ada yang menyerah diri kepada penjajah. Ada yang tertangkap kerana ditipu secara licik dan tidak kurang juga tunduk kerana godaan wang ringgit dan habuan tanah.

Semua ini berbeza dengan keperibadian Raja Haji. Beliau lebih rela mati di medan juang daripada menyerah ataupun tertipu oleh pihak musuh. Pada 18 Jun 1784 M, Raja Haji terbunuh sebagai syahid fisabilillah dalam peperangan melawan Belanda pimpinan Jacob Pieter Van Braam di Melaka. Bilangan pasukan Melayu yang syahid dibawah pimpinan Raja Haji termasuk beliau sendiri dianggarkan sekitar 500 orang.

Malah Van Braam sendiri dalam laporan admiral kepada Governor General Batavia bertarikh 15 September 1784 (J.P Van Braam Collection), menegaskan jika angkatan perang beliau lewat tiba ke Melaka, nescaya Melaka kembali kepada pemerintahan kerajaan Melayu. Kehebatan Raja Haji dengan taktik peperangan dan penggunaan peralatan moden (ketika itu), dengan tambahan ilmu astronomi, geografi, ilmu pelayaran dan maritim yang hebat, berjaya mengalahkan Belanda pada peringkat awal peperangan.

Sebagaimana pada mukadimah Tuhfat al-Nafis yang telah dinyatakan, "... Raja Haji Ibni Opu Daeng Cellak merupakan pahlawan dunia Melayu yang terbesar atau teragung dan terhebat sesudah Hang Tuah…". Walaubagaimanapun, haruslah kita sedar bahawa kisah Hang Tuah lebih bercorak mitos. Berbeza dengan Raja Haji, kisah beliau telah tercatat sebagai sejarah yang dibuktikan dengan data dan fakta disamping penggunaan ilmu yang sangat ketara yang tidak dapat ditolak atau dipersoalkan.

Tuhfat al-Nafis meriwayatkan kejadian aneh terhadap jenazah Raja Haji setelah mangkat dalam keadaan syahid fisabilillah seperti berikut, "Sah dan adalah aku dapat khabar daripada itu daripada orang tua-tua yang mutawatir, adalah sebelum lagi ditanamnya mayat Yang Dipertuan Muda Raja Haji, al-Marhum itu maka ditaruhnya di dalam peti hendak dibawanya ke Betawi, sudah sedia kapal akan membawa jenazah al-Marhum itu.

Maka menantikan keesokan harinya sahaja, maka pada malam itu keluar memancar ke atas seperti api daripada peti jenazah al-Marhum Raja Haji itu. Maka gaduhlah orang Melaka itu melihatkan hal yang demikian itu. Di dalam tengah bergaduh itu kapal yang akan membawa jenazah al-Marhum itu pun meletup, terbakar, terbang ke udara segala isinya serta orang-orangnya. Seorang pun tiada yang lepas.

Syahdan kata qaul yang mutawatir, tiadalah jadi dibawa jenazah al-Marhum itu pindah ke negeri yang lain. Maka ditanamkan jua di Melaka itu, hingga datang diambil dari negeri Riau adanya. Dan kata setengah qaul yang mutawatir sebab itulah digelar oleh Holanda yang dahulu-dahulu dengan nama Raja Api adanya "

Riwayat di atas mencerminkan kemuliaan seseorang yang wafat dalam syahid fisabilillah kerana berjuang untuk kepentingan agama Islam atau memperjuangkan bangsanya iaitu bangsa Melayu yang dicintainya serta patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Raja Haji Ibni Opu Daeng Cellak adalah contoh teladan semangat seorang pahlawan yang harus kita contohi dalam melihat kembali warisan kepahlawanan Islam disamping seorang yang sangat tinggi ilmu wahyu dan ilmu akalnya. Adalah wajar Raja Haji turut dikenang sebagai insan yang turut mencapai kegemilangan didalam tamadun Melayu/Islam sebagai bukti bahawa tamadun Melayu diNusantara ini tidak kurang kehebatannya selari dengan kehebatan tamadun Islam itu sendiri.


Dipetik dari tulisan Shaiful Bahri Saidin di shaifulbahri.blogspot.com


Thursday, January 21, 2010

Sambutan Hari Jadi Tanjung Pinang Ke-226 Tahun Pada 6 Januari 2010

Acara Sambutan Hari Jadi Tanjung Pinang Ke-226 tahun telah diadakan pada hari Rabu 6hb Januari 2010 dihalaman Kantor Wali Kota Tanjung Pinang yang terletak di Senggarang dan disaksikan oleh sekitar lima ribu orang hadirin yang terdiri daripada tetamu undangan seperti Wakil Gubernur Kepulauan Riau, H Muhammad Sani berserta isteri. Anggota Muspida Provinsi Kepulauan Riau hli ahli dan Muspida Kota Tanjung Pinang. Juga hadir Ketua DPRD Kota Tanjung Pinang berserta anggota dewan serta kepala SKPD Pemko Tanjung Pinang, Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepri serta Kota Tanjung Pinang, dan tokoh tokoh masyarakat kota Tanjung Pinang serta masyarakat umumnya.

Acara yang bermula sekitar jam 9.30 pagi itu diawali oleh Pembacaan Gurindam 12 oleh Raja Hafizah yang merupakan Lurah Pulau Penyengat dan Samsu SK, telah membuat seluruh undangan merenung sejenak ajaran ajaran yang terkandung didalam Gurindam yang digubah oleh Raja Ali Haji Ibni Raja Haji Ahmad pada tahun 1847.



Setelah selesai Pembacaan Gurindam 12 itu, acara dilanjutkan dengan laporan oleh Ketua Pelaksana, Pokyong Kadir, mengenai hal hal yang berkaitan dengan rangkaian kegiatan sambutan Hari Jadi Tanjung Pinang Ke 226 tahun.

Didalam ucapan sambutannya, Wali Kota Tanjung Pinang, Suryatati A Manan menyampaikan nya dalam bentuk susunan kata kata indah seperti syair akan makna sambutan Hari Jadi ini serta menjelaskan tentang perkembangan Kota Tanjung Pinang dari masa ke semasa. Beliau berkata, "Latar belakang penetapan hari jadi Tanjung Pinang sebagai sebuah pemukiman yang tanggalnya berbeda dengan hari jadi Kota Otonom, meskipun waktu setiap tahunnya relatif berdekatan". Beliau berharap kebersamaan dan kemajuan yang telah dicapai Tanjung Pinang tersebut, dapat mendorong Tanjung Pinang menjadi kota yang membanggakan, serta berkata,"Keberhasilan kota ini maju, juga hasil kerja bersama", serta berharap akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan.

Sesudah itu, diikuti pula ucapan daripada Wakil Gubernur Kepri, H Muhammad Sani. Didalam ucapannya, beliau mengungkapkan rasa kagumnya diatas keberhasilan Wali Kota Suryatati A Manan selama memimpin Kota Tanjung Pinang, yang telah tumbuh dengan pesat sebagai sebuah kota yang membanggakan. Beliau juga berharap, Tanjung Pinang yang telah ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, akan dapat terus berkembang sebagai Kota yang berpengaruh dan membanggakan. Setelah ucapannya itu, Wakil Gubernur menerima bingkisan oleh oleh khas Tanjung Pinang, yang disebut oleh Wali Kota sebagai makanan khas Tanjung Pinang, iaitu Batang Buruk dan Bilis Gulung, yang merupakan produksi Dapoer Melayu pimpinan Teja Alhabd.



Acara yang berlangsung didalah cuaca cerah tersebut, diikuti pula dengan persembahan tarian berjudul "Raja Haji" direka dalam koreografi yang menarik oleh Sanggar Kledang, yang memaparkan gerakan semasa peperangan yang dilakukan oleh Raja Haji Fisabillah.



Acara diakhiri dengan para undangan dijamu makan tengah dengan masakan Melayu Tanjung Pinang hari didewan tingkat 2.




Acara sambutan Hari Jadi Tanjung Pinang ke 226 tahun pada 6hb Januari 2010, selesai sekitar jam 1 tengah hari.

Upacara Menziarahi Makam Sultan Dan Yang Dipertuan Muda Riau
Upacara menziarahi makam Sultan dan Yang DiPertuan Muda Riau selalunya diadakan sehari sebelum sambutan Hari Jadi Tanjung Pinang diadakan. Pada 5 Januari lalu, Pemerintah Kota Tanjung Pinang telah melaksanakan menziarahi ke makam para leluhur dan makam para pahlawan yang gugur mempertahankan kedaulatan RI di Tanjungpinang, di Pusara Bhakti Batu 5 Bawah. Ziarah dipimpin Walikota Tanjung Pinang Suryatati A Manan, dimulai dengan ziarah ke makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah yang terletak di Kampung Melayu, Pelabuhan Batu 6. Ziarah itu juga diikuti Ketua DPRD Kota Tanjungpinang Suparno, Wakil Walikota Tanjungpinang Edward Mushalli serta unsur Muspida Kota Tanjungpinang dan kepala SKPD di jajaran Pemko Tanjungpinang.

Pada saat ziarah dibacakan riwayat singkat Sultan Sulaiman yang merupakan Sultan Yang Dipertuan Riau-Lingga-Johor-Pahang, dilanjutkan dengan penggantian kain kuning pada nisan makam yang dilakukan Walikota Tanjungpinang, serta dilanjutkan dengan penaburan bunga pada makam tersebut.

Setelah itu, unsur Muspida Kota Tanjungpinang juga turut menaburkan bunga, dan ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Raja Al hafiz mewakili Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Tanjungpinang. Sedangkan prosesi ziarah sendiri dipimpin oleh Wan Rumadi selaku Ketua LAM Kota Tanjungpinang.

Dari Batu 6, rombongan beranjak ke Makam Daeng Marewa Yang Dipertuan Muda Riau I, serta makam Daeng Celak Yang Dipertuan Muda Riau II, di Sungai Timun Kelurahan Kampung Bugis.

Terakhir, Walikota beserta rombongan menuju Pulau Penyengat untuk menziarahi Makam Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda IV serta makam Engku Putri dan Makam Raja Ali Haji. Raja Haji Fisabilillah, sebagaimana yang diketahui merupakan tokoh besar di balik ditetapkannya tanggal 6 Januari sebagai hari jadi Tanjungpinang, dimana mengambil momentum keberhasilan Raja Haji dan pasukannya menenggelamkan kapal komando Belanda 'Malakas Welfaren' dan menewaskan 500 prajurit Belanda pada puncak pertempuran tanggal 6 Januari 1784.

"Tanjungpinang ini ada karena mereka-mereka semua pernah ada di sini, yakni pada 226 tahun silam. Oleh karena itu, kita patut berziarah ke makam-makam leluhur kita ini untuk menghormati segala jasa mereka. Apalagi saat ini bersempena dengan peringatan hari jadi Tanjungpinang. Karena Bangsa yang Besar itu, bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya," kata Suryatati.

Sunday, January 3, 2010

Saturday, January 2, 2010

Sambutan Hari Jadi Batam Ke-180 Tahun Pada 18 Disember 2009

Sambutan Hari Jadi Batam ke 180 tahun buat julung julung kalinya diadakan pada hari Jumat 18hb Disember 2009. Majlis sambutan bermula pada jam 9 pagi di Masjid At Taqwa Nongsa pantai dengan pembacaan surat Yasin dan doa bersama. Semua yang hadir mengenakan pakaian Melayu lengkap dengan kain samping dan songkok. Warna bagi pakaian Melayu masing masing juga ditentukan mengikut kategori, Muspita (Anggota Parliament Batam) memakai warna putih; Keluarga Zuriat Nong Isa memakai warna kuning; Pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) memakai warna hitam; dan para undangan lainnya memakai pakaian Melayu berwarna selain daripada yang tersebut diatas.

Selepas pembacaan surat Yasin dan doa bersama, majlis dilanjutkan dengan upacara ziarah bersama ke komplek Makam Zuriat Nong Isa yang terletak lebih kurang 150 metre daripada Masjid At Taqwa, komplek makam tersebut terletak diatas bukit yang mempunyai 58 anak tangga. Di makam Zuriat Nong Isa tersebut, Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan memasangkan kain pengikat batu nisan serta menabur bunga dan ayer mawar, kemudiannya diikuti pula oleh zuriat Nong Isa, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Batam, Surya Sardi dan sejumlah tokoh masyarakat di Kota Batam.



Dalam ucapan sambutannya, Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan mengatakan bahawa keputusan bagi menetapkan Hari Jadi Batam memerlukan masa yang panjang dan tenaga yang banyak serta perlu meneliti sejumlah data dan dokumen dokumen sejarah yang banyak diserata tempat seperti diArsip Nasional dan Perpustakaan Nasional diJakarta dan sebagainya. Setelah dibincangkan dan ditelitikan semuanya barulah dapat disepakati bahawa Hari Jadi Batam jatuh pada tanggal 18 Desember 1829. Bahkan kini zuriat Nong Isa sudah tersebar di berbagai daerah. Sejarah menurutnya sangat penting sebagai pedoman untuk menentukan Hari Jadi kota Batam.

Melalui ziarah yang dilakukan ini maka bersama-sama dapat mendoakan almarhum almarhumah zuriat Nong Isa yang telah mendahului. Sehingga amal ibadahnya dapat diterima disisi Allah SWT. Ketua Lembaga Adat Melayu, Imran AZ, mengucapkan syukur atas sejarah yang berhasil dibangun oleh orang pada masa lampau. Dengan digelarnya acara ini, maka hari jadi ini akan menjadi sejarah untuk dikenang dikemudian hari.

Setelah selesai melakukan ziarah, rombongan kembali menuju masjid At-Taqwa untuk menunaikan Shalat Jumat dan diikuti dengan jamuan tengah hari. Peringatan Hari jadi Batam kemudian dilanjutkan dengan sidang paripurna istimewa di DPRD Kota Batam.

Anugerah Batam Madani



Pada malam harinya, Majlis makan malam dan Anugerah Batam Madani diadakan di Hotel Goodway pada jam 7 malam. Pemerintah Kota (Pemko) Batam memberikan piagam Anugerah Batam Madani kepada 22 orang yang merupakan mantan pejabat, pimpinan perusahaan, serta badan usaha. "Mereka tokoh yang berjasa membangun Batam hingga tetap eksis sampai sekarang ini,” ujar Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan.

Anugerah itu merupakan dedikasi pemerintah kepada para perintis, kata Wali Kota Ahmad Dahlan. Dari 22 penerima Anugerah Batam Madani tersebut, 2 diantaranya tokoh adat Melayu yakni HR Zainuddin dan Machmur Ismail.

15 kategori pemerintahan Pemko Batam, yakni mantan Wako Batam dari periode 1983 sampai 2004. Mereka adalah Raja Usman Draman, Raja Abdul Aziz, Nyat Kadir, Nazief Soesila Darma, Manan Sasmita, dan Asman Abnur. Kategori pemerintahan OB yakni (Alm) Ibnu Sutowo, BJ Habibie, Abihasan Said, (Alm) Soedarsono Darmoseowito, Seopandi, Soeryohadi serta Gubernur Kepri sekarang, Ismeth Abdullah. Kategori pemerintahan DPRD Batam, yakni Taba Iskandar dan Soerya Respationo.

Sementara kategori badan usaha, yakni PT Mc Dermott Indonesia, PT MI Indonesia, PT Agramas Inti Nusantara, PT Esqarada dan Batam View Resort. Anugerah ini langsung disematkan Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan dan Ketua DPRD Batam, Surya Sardi. Turut diberikan kepada masing-masing penerima penghargaan yakni selempang dan pin emas.

Khusus penerima penghargaan bagi (Alm) Ibnu Sutowo diterima langsung oleh istrinya Ny Ibnu Sutowo, dan (Alm) Soedarsono Darmosoewito diterima langsung istrinya Ny Sri Sudarsono. Acara ini sendiri dihadiri Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah, Ketua DPRD Kepri, Nur Syafriadi, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam, Guntur Sakti serta berbagai unsur Muspida lainnya.

Majlis Anugerah Batam Madani selesai sekitar jam 11 malam.

Didalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada Pemerintah dan Warga Batam kerana telah mengundang kami dari Singapura, khususnya kepada Wali Kota Batam, Bapak Ahmad Dahlan; Anggota DPRD Batam, Bapak Irwansyah; Zuriat Raja Isa iaitu Raja Erwan dan Raja Rudy; Lembaga Adat Melayu Batam iaitu Bapak Maas Ismail dan Bapak Iskandar; Panitia Hari Jadi Ke-180 Kota Batam, Bapak Erdison Bujang; Ahli Sejarah Batam, Bapak Aswandi Syahri, dan lain lain yang tidak sempat saya sebutkan namanya disini.

Semoga Batam terus maju dari masa kesemasa dibawah kepimpinan Bapak Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan.